Jika mau download, silakan klik dibawah ini:
http://downloads.ziddu.com/download/24906029/I-KARISMA_1313021059_PPL-AWAL-DI-SMA-N-3-SINGARAJA.rar.html
I AM PHYSICS
Terima kasih sudah mengunjungi blog saya ini
Kamis, 09 Juli 2015
Jumat, 20 Juni 2014
MOMEN INERSIA VOLUME BENDA PUTAR DITINJAU DARI KOORDINAT KUTUB
SILAKAN DOWNLOAD DIBAWAH INI:
http://downloads.ziddu.com/download/23849254/A-VOLUME-BENDA-PUTAR-DITINJAU-DARI-KOORDINAT-KUTUB.pdf.html
Untuk hasil yang lain silakan download di bawah ini:
http://downloads.ziddu.com/download/23849276/2-HUKUM-OHM.docx.html
http://downloads.ziddu.com/download/23849275/PENGUKURAN.pptx.htm
http://downloads.ziddu.com/download/23849342/Patch-IDM-www.bagas31.com.rar.html
http://downloads.ziddu.com/download/23849278/MAGNET-BATANG.docx.html
http://downloads.ziddu.com/download/23849339/Foxit-Phantom-v1.0.3.0109.rar.html
http://downloads.ziddu.com/download/23849340/KeygenFoxitPhantom.rar.html
Kamis, 19 Juni 2014
MANUSIA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hindu Mānawa dharmaśāstra istilah manusia/manusya
secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta yakni kata Manu (berarti pikiran)
dan sya (bentuk negatif yang menyatakan arti: milik atau sifat yang dimiliki kata
benda yang dilekatinya). Dalam Agama Hindu, manusia memiliki Tri Premana yang
terdiri dari bayu, sabda, dan idep. Tumbuhan hanya memiliki Eka Premana yaitu
bayu sedangkan hewan atau binatang memiliki Dwi Premana yang terdiri atas bayu
dan sabda. Dibandingkan dengan tumbuhan dan hewan, manusia dipandang memiliki
kelebihan karena memiliki idep. Kelebihan inilah yang mengakibatkan manusia
memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding mahluk lain, dengan adanya pikiran
manusia mampu membedakan baik dan buruk.
Realitas manusia sebagai
pribadi yang memiliki badan jasmani dan jiwa telah membuka beberapa pemikiran
dalam pandangan filsafat manusia (kaum carwaka di India), menganggap badan
jasmani lebih bernilai (penting) dari pada jiwa. Sebaliknya pandangan
spiritualisme beranggapan bahwa jiwa jauh lebih bernilai (penting) dibandingkan
dengan jasmani.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari uraian latar belakang di atas adapun rumusan masalah
yang dapat kami ajukan sebagai berikut:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan manusia?
2.
Bagaimana
hakekat manusia Hindu ?
3.
Apa
martabat manusia Hindu?
4.
Bagaimana
tanggung jawab manusia Hindu?
5.
Apakah
yang dimaksud dengan Orang suci dan Avatāra?
6.
Bagaimana
implementasi manusia dalam kehidupan sehari-hari?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas dapat kami ajukan tujuan sebagai
berikut:
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan manusia.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana hakekat manusia Hindu.
3.
Untuk
mengetahui apa martabat manusia Hindu.
4.
Untuk
mengetahui bagaimana tanggung jawab manusia Hindu.
5.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan Orang suci dan Avatāra.
6.
Untuk
mengetahui implementasi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini telah
memberikan berbagai pengalaman bagi penulis seperti pengalaman dalam memuja Ida Sang
Hyang widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Disamping itu, penulis juga mendapat ilmu
untuk memahami dan menganalisis materi yang ditulis dalam makalah ini.
2.
Bagi
Pembaca
Sebagai
pedoman bagi mahasiswa khususnya calon tenaga pendidikan untuk memahami materi tentang manusia. Sebagai masukan bagi tenaga
pendidik mengenai materi
tentang manusia
agar
tidak terjadi kesalahan dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsepsi
Manusia Hindu
Hindu Mānawa dharmaśāstra istilah manusia/manusya
secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta yakni kata Manu (berarti
pikiran) dan sya (bentuk negative yang menyatakan arti: milik atau sifat yang
dimiliki kata benda yang dilekatinya) dengan demikian secara hafiah kata
manusia/manusya berarti ia yang memiliki pikiran atau ia yang senantiasa
berfikir dan menggunakan akal pikirannya. Menurut Ludwig Wittgenstein dalam
bukunya Gallagher (dalam Wirawan, 2007:40) menyatakana, bahwa kata/bahasa
adalah logika, sehingga secara konsepsional dapat kita pahami bahwa dalam kata
manu dan manusia tersebut pada dasarnya telah terumuskan tentang makna hakiki
dari jenis mahluk hidup yang bernama manusia sebagai subjek pengada yang
berkesadaran, karena itu kepastian pertama dari eksistensi manusia menurut Rene
Descartes adalah “Cogito, ergo sum”: (Saya berfikir, maka saya ada) dan selanjutnya
dinyatakan dengan “Cogito Ergo sum cogitan” yang maksudnya, Saya berpikir, maka
saya adalah pengada yang bepikir, yaitu eksistansi dari budi, sebuah subtansi
sadar.
Dalam kitab Veda disebutkan (dan selanjutnya
dijelaskan dalam kitab upanisad), bahwa manusia pertama dalam konsepsi Hindu
adalam Manu atau Swayambu-Manu (Mahluk berpikir yang
menjadikan dirinya sendiri). Dari konsepsi (lingual dan filosofis) ini maka
dalam sistem kondifikasi Veda kita mengenal Manu sebagai maharsi
pertama yang menuliskan (sabda suci/wahyu yang diterima) tentang hukum Hindu (dharma) berdasarkan ingatan pikirannya
sebagai kitab hukum tersebut dikenal dengan nama Manusmerti atau Manawadharmasastra (kitab umum
Hindu dari Manu).
Dari konsep-konsep ini dapat dipahami bahwa secara
dasar manusia mahluk rasional karena berpikir dengan akal (budhi) pikirannya.
Akal budi-pikiran yang dimilikinya itu merupakan dasar yang penting dalam
pengembangan Wiweka yakni kemampuan akal-pikiran rasional untuk
mempertimbangkan sesuatu secara arif. Karena itu secara konseptual manusia
Hindu adalah manusia yang mampu mengembangkan dan mengedepankan daya berpikir
dan pikiran rasional (manah) untuk
menjadikan dirinya sendiri sebagai manusia swayambu-manu)
dalam tatanan hidup dan kehidupan ini.
2.2 Hakekat
Manusia Hindu
Realitas manusia sebagai pribadi yang memiliki badan
jasmani dan jiwa telah membuka beberapa pemikiran dalam pandangan filsafat
manusia (kaum carwaka di India), menganggap badan jasmani lebih bernilai
(penting) dari pada jiwa. Sebaliknya pandangan spiritualisme beranggapan bahwa
jiwa jauh lebih bernilai (penting) dibandingkan badan jasmani.
Akan tetapi dalam pandangan Veda (Hindu), baik badan
jasmani maupun jiwa memiliki hakikat yang sama pentingnya; jiwa-atma dapat
menjadi dasar dalam pemahaman badan jasmani (wadag) atau dapat juga sebaliknya. Ajaran Samkhya Darsana sebagai
salah satu cabang filsafat Veda yang bersifat dualistik-analisis rupanya dapat
membantu menjelaskan hakikat badan jiwa atau purusa-prakerti (pradhana) atau
cetana-acetana yang selanjutnya menjadi pokok kajian bagi bidang Mayatatawa
dan purusatatwa. menurut pandangan Shamkya, mahluk hidup dalam hal
ini adalah manusia pada dasarnya terbentuk dan tersusun atas 25 tatwa (unsur),
yakni:
1.
Purusa :
Unsur, rohani, spiritual, jiwa-atma.
2.
Prakrti :
Unsur badani, matri, material, jasmaniah.
3.
Buddhi : Kesadaran, kecerdasan, intelektual.
4.
Ahamkara :
Ego, rasa aku (keakuan).
5.
Manah :
Pikiran, rasio.
Panca buddhi indriya (lima indria untuk mengetahui).
6.
Cakswindriya :
Indria pada mata.
7.
Srotendriya :
Indria pada telinga.
8.
Granendriya :
Indria pada hidung.
9.
Jihvendriya :
Indria pada lidah.
10. Twakindriya :
Indria pada kulit.
Panca karmendriya (lima indria pelaku/penggerak).
11. Panindriya :
Indria pada tangan.
12. Padendriya :
Indria pada kaki.
13. Vakindriya :
Indria pada mulut.
14. Abastendrya/Bhagendriya: Indria pada kelamin
pria/wanita.
15. Paiwindriya :
Indria pada pelepasan (anus).
Panca tan mantra (lima macam sari, benih, tak
terukur).
16. Sabda yan matra :
Benih suara.
17. Starsa tan matra :
Benih raba.
18. Rupa tan matra :
Benih warna.
19. Rasa tan matra :
Benih rasa.
20. Gandha tan matra :
Benih bau/penciuman.
Panca Maha Bhuta (lima unsur besar)
21. Akasa :
Eter, ruang.
22. Wahyu :
Udara, hawa, atmosfer.
23. Teja :
Api.
24. Apah :
Air.
25. Pertiwi :
Tanah.
Badan jasmani akan mati tetapi jiwa hidup terus.
Matinya fisik bukan akhir sebuah kehidupan. Antara roh dan kehidupan harus
seimbang, semasih fisik itu dijiwai oleh roh. Untuk menyeimbangkan diperlukan
sebuah penetralisir. Jasmani harus dijaga secara terus menerus agar selalu
dalam keadaan sehat, maka perlu dilakukan pengobatan baik melalui biomedis
maupun biokultural, sehingga keadaan jasmani tetap seimbang dengan rohani
sampai menjelang jasmani ini ditinggalkan oleh penghuninya.
2.3 Martabat
Manusia Hindu
Pemahaman akan tingginya martabat manusia itu bagi
manusia modern tercermin dalam berbagai aspek seperti: 1). Tingkat pendidikan
dan wawasan pengetahuan yang dimiliki, 2). Profesi atau bidang pekerjaan dan
tingkat social ekonomi, 3). Peran dan kedudukan dalam hidup
social-kemasyarakatan-kemanusiaannya, 4). Keimanan dan ketakwaan serta hidup
berkeanekaragaman.
Berdasarkan panduan Veda secara awam dikemukakan
disini beberapa aspek yang langsung dan tidak langsung dianggap mengindikasikan
dan mempresentasikan tentang rumusan hakekat-martabat manusia Hindu: 1). Jati
(kelahiran), 2). Dharma (kewajiban hidup, kebenaran, serta kedudukan dan peran
social kemasyarakatan-keagamaan), 3). Warna/kasta (profesi bidang pekerja), 4).
Karma (secara luas meliputi Manacika, dan Wacika, Kayika), 5). Guna (Sattwam,
Rajas, dan Tamas), 6). Tingkat kebrahmacarian dan wawasan pengetahuan (Vedājńa,
Vedapraṅga, Śāstrājńa, dan Gunawan), 7). Tingkat keimanan dan kerohanian (Śrādham dan Satyam). Mahāṛsī Katilya
menyatakan “Apa yang gunanya terlahir dikalangan keluarga terhormat tetapi
tidak memiliki pengetahuan suci. Walaupun seorang lahir dari keluarga rendah,
tetapi ia terpelajar, memiliki pengetahuan suci, dan bijaksana patutlah dia
dihormati seperti Devā.
2.4 Tanggung
Jawab Manusia Hindu
Setiap individu manusia Hindu dapat dilihat secara
vertikal (dalam hubungan dengan Brahman Sang Pencipta Alam Semesta) dan Horizontal
(dalam hubungan hidup sesama insan). Yang dirumuskan dalam Tattvam asi.
Pelaksanan kedua bentuk tanggung jawab manusia Hindu di Bali dijabarkan dalam
konsep Tri Hita Karana.
Secara Vertikal terkait dengan Prahyangan, dan secara
Horizontal manusia Hindu telah dijabarkan dalam bentuk Pawongan dan Palemahan,
rumusan ini sejalan dengan pandangan Bakker (dalam Wirawan, 2007:44) yang
mengatakan “Man humanizes him self in humanizing the world around him”, yang
artinya manusia akan memanusiakan drinya sendiri dalam arti akan meningkatkan
kemanusiaannya disekelilinggnya. Dalam pandangan Weda manusia tidak saja memiki
tanggung jawab memanusiakan manusia tetapi yang lebih penting adalah “mengentaskan”
(melakukan somya) sarwa bhūta yang ada di sekelilingnya dalam kehidupan yang
lebih tinggi, seperti yang dilakukan dalam Tawur Agung Kesaṅga dengan Hari Raya
Nyepi.
2.5 Orang
Suci dan Avatāra
Orang suci dalam pandanngan Hindu adalah sangat
terhormat, karena melalui orang suci ajaran Agama dapat diterima oleh
masyarakat, disamping itu tuntutan dan bimbingan kerohanian banyak diajarkan
oleh orang-orang suci. Seperti Ṛsī Agastya penyebar Agama Hindu ke Indonesia,
Sapta Ṛsīpenerima Wahyu, Mpu Kuturan Asitektur Desa Pekraman, Danghyang
Nirartha sebagai konseptor padmāsana, dan sebagai penghormatan beliau
dibangunlah Pura yang Berstatus Dang Kahyangan sebagai penghormatan. Dan Avatāra
adalah perwujudan dari Hyang Widhi (Tuhan) yang turun kedunia dalam mengambil
bentuk-bentuk tertentu guna menyelamatkan dunia dengan segala isi dari
kehancuran yang disebabkan oleh adharma.
Gelar
Orang-orang Suci adalah:
1.
Pedanda adalah Gelar Orang Suci dari Brāhman wangsa, beliau berhasil memimpin
dalam bidang upacara keagamaan.
2.
Danghyang adalah Brāhman wangsa yang berjasa dalam
menumbuh-kembangkan agama sekaligus menjadi guru besar dibidang keagamaan.
3.
Ṛsī atau Bhagavān adalah gelar orang suci dari wangsa ksatriya beliau
dipandang suci dan terhormat dalam masyarakat.
4.
Empu adalah gelar orang suci dari wangsa pasek pande, beliau juga sangat
dihormati dalam masyarakat.
5.
Sengguhu adalah orang suci yang ahli dalam tugas untuk memimpin upacara Bhūta Yaj
a.
6.
Dukuh adalah orang suci yang kedudukan beliau dipandang dan dihormati di
masyarakat.
Daśa
Avatāra:
1.
Masya Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai ikan
yang besar untuk menyelamatkan manusia pertama dari air bah yang melanda
manusia dan alam semesta.
2.
Kūrma Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai
kura-kura besar, untuk menjaga dunia dari luapan kesirarnawa pada saat diaduk
oleh para Devā dan rāksasa.
3.
Varāha Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai Babi
Hutan, guna menyelamatkan dunia dan mengangkat kembali dunia keasalnya setelah
disembunyikan di patala loka.
4.
Nārasiṁha Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai Manusia
Berkepala Singa untuk membunuh Rāksasa Hiranyakasipu yang dengan lalimnya ingin
menguasai Sorga.
5.
Vāmana Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai Manusia
Cebol untuk membunuh Rāksasa Bali yang dengan kelalimannya ingin menguasai
Triloka.
6.
Paraśurāma Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun kedunia sebagai Manusia
Bersenjata Kapak. Untuk membalas dendam atas penghinaan seorang kesatrya
terhadap Brāhṁana.
7.
Rāmadeva Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai Rama
untuk menyelamatkan manusia dari keangkaramurkaan dan kecongkakan Rahwana.
8.
Kṛṣṇa Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai Krishna, untuk membela kebenaran di pihak
Pandawa dan menumpas habis Kaurawa.
9.
Budha Avatāra adalah perwujudan Tuhan turun kedunia untuk meluruskan
kembali ajaran agama yang telah menyimpang dari kebenaran.
10. Kalki
Avatāra adalah
perwujudan Tuhan turun ke dunia sebagai manusia sempurna dengan mengendarai
kuda putih dengan bersenjata pedang terhunus, untuk menyelamatkan dunia dari
kejahatan.
2.6 Implementasi
dalam Kehidupan Sehari-Hari
Penerapan
Tri Hita Karana Melalui Panca Yadnya Pada Umat Hindu di Bali
Salah satu kearifan
lokal masyarakat bali dalam pengelolaan lingkungan hidup, yakni tri hita
karana. Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember
1966, pada saat diselenggarakan Konferensi Daerah 1 Badan Perjuangan Umat Hindu
Bali bertempat di Perguruan Dwijemdra Dempasar.
Kearifan lokal ini telah lama menjadi landasan filosifis dalam
masyarakat bali yang berlandaskan budaya dan dijiwai agama hindu. Secara
terminologis, Tri Hita Karana berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari
kata tri,hita, dan karana. Tri artinya tiga, Hita artinya sejahtera atau
kebahagiaan, dan karana berarti penyebab. Bilamana dirangkaikan maka ketiga
kata tersebut menjadi tiga hal yang
menyebabkan sejahtera. Pada dasarnya hakikat ajaran tri hita karana menekankan
tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga hal yang dimaksudkan
yang tertuang dalam Tri Hita Karana yaitu,
1. Parahyangan
Parahyangan
berarti hubungan manusia dengan tuhan yang maha esa yang dapat diwujudkan dalam
bentuk sujud bhakti kehadapan sang hyang widhi wasa
2. Pawongan
Pawongan
adalah hubungan manusia dengan sesama manusia yang dapat diimplementasikan
dalam bentuk membangun keharmonisan dalam bermasyarakat
3. Palemahan
Palemahan
adalah hubungan manusia dengan lingkungannya, hal ini diwujudkan dalam bentuk
mengadakan pelestarian lingkungan.
Ketiga
bagian dari Tri Hita Karana diatas terinspirasi dari Bhagawadgita (III.10),
yaitu:
“Sahayajnah prajah sristwa,
Pura waca prajahpatih
Anena prasawisya dhiwam,
Esa wo’stiwista kamadhuk”
Artinya:
“Pada
jaman dahulu Prajapati menciptakan manusia dengan yajna dan bersabda: dengan
ini engkau akan berkembang dan menjadi kamadhuk dari keinginanmu.”
Sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan
yang pada sloka diatas disebutkan sebagai Prajapati sudah sepantasnya kita
berterima kasih pada Beliau, karena Beliau pun menciptakan kita dengan yadnya
dan dengan yadnya juga kita sebagai manusia atau dalam sloka diatas disebutkan
sebagai Praja akan mencapai kebaikan yang maha tinggi. dengan Tuhan (Prajapati)
telah beryadnya menciptakan alam semesta dengan segala isinya. Karena manusia
(Praja) hendaknya beryadnya kepada Tuhan (Prajapati), kepada sesama manusia
(Praja) dan kepada lingkungannya (Kamadhuk). walapun tidak tersurat kata Tri
Hita Karana secara langsung, namun dalam sloka Bhagawadgita (III.10) mewakili
isi dari Tri Hita Karana.
Panca Yadnya terdiri Atas dua kata,
yaitu: “Panca” artinya lima dan “Yadnya” artinya korban suci atau persembahan suci.
Sehingga Panca Yadnya dapat diartikan lima jenis korban suci yang
dipersembahkan secara tulus ikhlas. Masyarakat bali dalam kehidupan sehari-hari
tidak terlepas oleh kegiatan beryadnya diawali ketika manusia bangun di pagi
hari hingga diakhiri tidur di malam hari semua diawali oleh yadnya dan diakhir
juga oleh yadnya. Manusia Hindu sebagai pelaksana yadnya yang utama wajib
melaksanakan yadnya dalam kehidupan sehari-hari. Yadnya yang dipersembahkan
bukan semata-mata hanya dalam bentuk menghaturkan banten maupun segehan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, namun tindakan serta kegiatan yang dilakukan demi
kesejahteraan bersama baik kesejahteraan sesama manusia dan kesejahteraan
lingkungan juga dapat dikategorikan sebagai yadnya. Panca yadnya terdiri dari 5
bagian yaitu
1. Dewa
yadnya
2. Rsi
yadnya
3. Pitra
yadnya
4. Manusa
Yadnya
5. Bhuta
yadnya
Parahyangan berasal dari kata hyang
yang berarti Tuhan. Parhayangan dapat diartikan kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan keagamaan yang bertujuan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi wasa. Dalam kehidupan
sehari-hari umat hindu
mengimplementasikan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui Dewa Yadnya dengan jalan menghaturkan
persembahan baik berupa upakara kepada manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud dewa dan dewi. Upacara dewa yadnya umumnya
dilaksanakan di sanggah-sanggah, pamerajan, pura, kayangan dan tempat suci
lainnya yang setingkat dengan itu. Upacara dewa yadnya ada yang dilakukan
setiap hari dan ada juga yang dilakukan secara periodik atau berkala. Contoh
dari upacara dewa yadnya yang dilakukan setiap hari adalah puja tri sandya dan
yadnya cesa.
Disamping
itu rasa bhakti kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa itu timbul dalam hati manusia
berupa sembah, puji-pujian, doa penyerahan diri, rasa rendah hati dan rasa
berkorban untuk kebajikan. Kita sebagai umat manusia yang beragama dan
bersusila harus menjunjung dan memenuhi kewajiban, antara lain cinta kepada
kebenaran, kejujuran, keikhlasan, dan keadilan.
Hubungan
ini harus dipupuk dan ditingkatkan terus kearah yang lebih tinggi dan lebih
suci lahir bhatin. Sesuai dengan swadharmaning umat yang religius, yaitu untuk
dapat mencapai moksartam jagad hita ya ca itri dharma, yakni kebahagiaan hidup
duniawi dan kesempurnaan kebahagian rohani yang langgeng (moksa).
Pawongan berasal dari kata wong yang
berarti manusia. Pawongan berarti seluruh kegiatan yang berhubungan dengan
hal-hal kemanusiaan. Dalam kehidupan sehari-hari pengaplikasian pawongan dapat
dilakukan melalui kegiatan manusa yadnya, rsi yadnya, dan pitra yadnya.
Manusia yadnya dalam kehidupan bermasyarakat
dapat ditunjukan dengan membina hubungan baik sesama manusia. Selain tindakan
tersebut umat hindu di Bali
dalam melaksanakan kegiatan manusia yadnya juga mengenal istilah Upacara Nyambutin
guna menyambut bayi yang baru lahir. Setelah upacara nyambutin maka dilanjutkan
dengan upacara nelubulanin untuk bayi atau anak yang baru berumur 3 bulan atau
kira-kira berumur 105 hari. Selain upacara diatas uamt hindu dibali juga
mengenal upacara otonan yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali. Otonan
diperingati setiap 6 bulan dengan mengingat jatuhnya hari lahir anak pada wuku
serta saptawara dari kelahiran anak tersebut. lalu ketika berumur 17 tahun
dilaksanakan Upacara Menek Kelih atau sering juga dikenal sebagai Upacara Raja
Singa. Upacara ini dilaksanakan ketika seorang anak beranjak menuju masa
remaja. Pada umumnya setelah dilaksanakan Upacara Menek kelih, maka nantinya
akan dilanjutkan dengan Upacara Mesangih. Mesangih dilakukan ketika seorang
remaja akan beranjak dewasa yang bertujuan untuk menetralisir sad ripu yang ada
dalam diri seorang individu yaitu dilakukan dengan cara mengasah gigi seri.
Pitra
Yadnya adalah korban suci yang dilakukan oleh umat hindu dengan cara melakukan
sujud bakti kepada orang tua beserta leluhur. Selain itu, Pitra Yadnya juga dilaksanakan
dengan cara melakukan penyucian dan meralina serta penghormatan terhadap orang
yang telah meninggal. Menurut ajaran Agama Hindu, meralina adalah merubah suatu
wujud demikian rupa sehingga unsur-unsurnya kembali kepada asal semula. Yang dimaksud dengan asal semula adalah asal
manusia dari unsur pokok alam yaitu Panca Maha Bhuta yang terdiri dari air,
api, tanah, angin dan akasa. Sebagai sarana penyucian digunakan air dan tirtha sedangkan
untuk pralina digunakan api pralina.
Palemahan
artinya hubungan manusia dengan lingkungannya, hal ini diwujudkan dalam bentuk
mengadakan pelestarian lingkungan. Dalam ajaran agama Hindu selalu diajarkan
tentang Panca Yadnya yaitu Bhuta Yadnya. Kata Bhuta artinya unsur-unsur alam, sedangkan Yadnya artinya
upacara persembahan suci yang tulus ikhlas. Bhuta Yadnya adalah upacara pemujaan serta
persembahan suci yang tulus ikhlas ditujukan kehadapan Bhuta Kala. Bhuta Kala
adalah ciptaan dari pada Tuhan Yang Maha Esa yang wujudnya hanya bisa dilihat
oleh orang-orang tertentu. Salah satu dari upacara Bhuta Yadnya adalah Upacara
Tawur ke Sanga (Sembilan) menjelang Hari Raya Nyepi (Tahun Baru / Çaka /
Kalender Bali) atau istilah balinya disebut “Mecaru”. Upacara Tawur ke Sanga (Sembilan) adalah
upacara suci yang merupakan persembahan suci yang tulus ikhlas kepada
Bhuta-Kala agar terjalin hubungan yang harmonis dan bisa memberikan kekuatan
kepada manusia dalam kehidupan.
Sehingga dalam hal ini palemahan sangat berhubungan dengan Bhuta Yadnya.
DOA
PENUTUP
Om
Mantrahinam kryahinam, bhakti-hinam parameswara tad pujitam mahadewa, paripurna
tad astu me,
Om
dirghayur nirwighnam sukkha wrdhi nugrahakam
Arti:
Oh Hyang Widhi doa kami kurang, perbuatan kami
tiada sempurna bhakti hamba juga tiada sempurna, maka itu kami memuja Mu Iswara
yang agung, semoga dapat menganugrahkan kesempurnaan/kemampuan melakukan
kewajiban.
Om Hyang Widhi semoga kami senantiasa sukses
tanpa halangan dan memperoleh kebahagiaan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari uraian data di atas kami dapat simpulkan
bahwasannya:
1.
Manusia/manusya
berarti ia yang memiliki pikiran atau ia
yang senantiasa berfikir dan menggunakan akal pikirannya.
2.
Reallitas
manusia sebagai pribadi yang memiliki bada jasmani dan jiwa telah membuka
beberapa pemikiran dalam pandangan filsafat manusia (kaum carwaka di India),
menganggap badan jasmani lebih bernilai (penting) dari pada jiwa.
3.
Pemahaman
akan tingginya martabat manusia itu bagi manusia modern tercermin dalam
berbagai aspek seperti: Tingkat pendidikan dan wawasan pngetahuan yang
dimiliki, profesi atau bidang pekerjaan dan tingkat social ekonomi, peran dan
kedudukan dalam hidup social-kemasyarakatan-kemanusiaannya, keimanan dan
ketakwaan serta hidup berkeanekaragaman.
4.
Setiap
individu manusia Hindu dapat dilihat secara vertical (dalam hubungan dengan
Brahman Sang Pencipta Alam Semesta) dan Horizontal (dalam hubungan hidup sesame
insan).
5.
Avatāra
adalah perwujudan dari Hyang Widhi (Tuhan) yang turun kedunia dalam mengambil
bentuk-bentuk tertentu guna menyelamatkan dunia dengan segala isi dari
kehancuran yang disebabkan oleh adharma.
6.
Kita sebagai umat manusia yang beragama
dan bersusila harus menjunjung dan memenuhi kewajiban, antara lain cinta kepada
kebenaran, kejujuran, keikhlasan, dan keadilan. Hubungan
ini harus dipupuk dan ditingkatkan terus kearah yang lebih tinggi dan lebih
suci lahir bhatin. Sehingga
sangat pentik untuk menerapkan Tri Hita Karana melalui Panca Yadnya pada Umat Hindu di Bali.
3.2 Saran
Melalui makalah ini, diharapkan para mahasiswa atau pembaca memahami dan meyakini materi tentang
manusia. Namun “Tak ada gading yang
tak retak”, makalah kami masih jauh dari sempurna. Untuk itu, mohon kritik dan saran
dari para pembaca untuk perbaikan makalah kami. Dan penulis
menyarankan kepada pembaca agar lebih mendalami dan mempelajari terkait dengan
materi manusia,
karena
dengan demikian sebagai calon guru nantinya akan mampu memenuhi kebutuhan peserta
didik demi kemajuan dari peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Wirawan, I
Gusti Bagus. 2007. Pendidikan Agama Hindu
di Perguruan Tinggi. Surabaya: Pāramita.
Darmayasa.
2012. Bhagavad-gītā (Nyanyian Tuhan).
Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam.
Untuk hasil yang lain bisa dicari di bawah ini:
Langganan:
Postingan (Atom)